Jangan Berdusta! | Kisah Para Rasul 5 : 1 – 11 | Pdt. Deni Leiden Waljufri, S.Th
Sobat obor, kisah tentang Ananias dan Safira adalah salah satu fakta Alkitab yang terasa tragis. Pasti di antara kita banyak yang mempertanyakan tentang cara Allah menghukum sepasang suami istri ini dengan kematian yang mendadak. Ya, Ananias dan Safira sebenarnya termasuk dalam kelompok orang percaya mula mula. Diceritakan di perikop sebelumnya bahwa mereka adalah kumpulan orang percaya yang sehati sejiwa. Hebatnya, segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka karena mereka hidup dalam kasih karunia yang berlimpah. Contohnya, mereka rela menjual kepunyaannya seperti rumah atau tanah; meletakkannya di depan kaki para rasul dan membagikan kepada setiap orang sesuai keperluan mereka. Ananias dan Safira juga melakukan hal yang sama. Mereka menjual sebidang tanah mereka untuk dibawa di depan kaki rasul- rasul. Kita membayangkan sebidang tanah yang dijual untuk dipersembahkan bagi pelayanan. Tentu terasa besar jumlahnya. Di dunia sekarang, mungkin hanya menghitung jari orang yang memberi untuk pelayanan dengan cara menjual kepunyaan berupa tanah dan rumah. Pasti mendapat pujian dan diberitakan di warta dengan banyak ucapan terima kasih. Tetapi mengapa Ananias dan Safira yang kurang lebih sama melakukan itu, malah mendapat hukuman mati?
Kita harus memahami pertama tama bahwa Tuhan Allah kita melihat hati. Saat Tuhan memilih Daud sebagai raja Israel, semua orang melihat Daud dari fisiknya dan menganggapnya tak mampu, tapi Tuhan memilihnya karena melihat hati Daud dan menjadikannya sebagai raja yang hebat. Demikian pula Ananias dan Safira. Pasangan suami istri ini kelihatannya begitu baik. Seperti Barnabas dan orang percaya lainnya, mereka rela menjual sebidang tanah dan membawanya di depan kaki rasul-rasul. Tapi sayangnya, mereka berdusta. Dan yang mereka dustai itu adalah Roh Kudus. Ananias dan Safira berpura-pura seakan-akan telah mempersembahkan semua uang dari hasil penjualan sebidang tanahnya tetapi ternyata mereka menahan sebagian untuk diri mereka sendiri. Secara hitung-hitungan nominal uang pasti kita setuju bahwa yang diberikan pasangan suami istri ini bernilai banyak. Seandainya nilai tanahnya berjumlah Rp. 100 juta, berarti nilai yang dipersembahkan Ananias dan Safira kira-kira senilai Rp. 50 juta. Banyak bukan? Tetapi sekali lagi bukan itu yang dilihat Tuhan. Nilai yang diberikan tentu tak berpengaruh bagi Tuhan. Bukankah Ia yang memiliki dan memberikan semua itu bagi manusia. Tuhan melihat motivasi diri suami istri ini. Mereka bermaksud menipu para rasul dengan membuat mereka percaya bahwa mereka membawa seluruh uang hasil penjualan, padahal hanya sebagian. Mereka datang dengan tenang, menunjukkan kesalehan dan pemberian yang sempurna padahal mereka berpura-pura dan berpikir dapat mendustai Roh Kudus. Sebutan kita untuk sifat seperti ini adalah: Munafik! Dan Tuhan membenci itu. Tentu saja ada kuasa lain yang menggoda pasangan ini. Hati mereka bercabang kepada iblis. Mereka berpikir melayani Allah tapi hati mereka terpikat pada mamon. Mereka mendua hati. Jika mereka sepenuhnya orang duniawi, mereka tidak akan menjual tanah mereka. Jika mereka sepenuhnya orang percaya, mereka tidak akan menahan sebagian hasil uang penjualan dan berdusta. Konsekwensi mendustai Roh Kudus adalah kematian. Sungguh tidak main-main. Ananias dan Safira dihukum keras oleh Allah untuk menunjukkan betapa Allah membenci dosa bagi orang yang menerima anugerah keselamatan. Apalagi, dibalik kemunafikan itu, ada upaya menunjukkan kesalehan diri supaya dipuji dan dianggap orang mulia.
Sobat Obor, betapa pentingnya menjaga kemurnian hati. Tanda kemurnian hati itu adalah bersikap jujur dan kudus, jangan berdusta. Ketika kita berpikir kita mendustai manusia, sebenarnya kita mendustai Tuhan juga. Sering kita berpikir ada dusta dan munafik kecil kecilan dalam pelayanan, itu sah- sah saja. Tapi saat kita membaca perenungan ini, kita jadi sadar dan bertobat bahwa betapa seriusnya Tuhan dengan kekudusan hati kita di hadapan Tuhan. Konsekwensinya serius. Maka Jangan berdusta! Jagalah kekudusan hati! Amin. (DLW)