BERNAZAR | Hakim-Hakim 11:30-31
Sobat obor, renungan hari ini diberi tema yang unik yaitu bernazar. Mari kita berefleksi sejenak soal tema ini, apakah kita pernah memiliki pengalaman iman soal bernazar? Berbicara soal bernazar, ada satu kisah yang sangat populer dan inspiratif yaitu kisah soal Hana (istri dari Elkana) yang berdoa sambil menangis tersedu-sedu meminta anak laki-laki sekaligus bernazar kepada Tuhan (1 Sam 1:10, 1:28).
Sobat obor, kisah bernazar yang terjadi dalam kehidupan Yefta sangatlah berbeda, dapat dikatakan bahwa model nazar yang dilakukan oleh Yefta bertolak belakang dengan aturan Taurat, malah lebih mengarah seperti model praktek sinkretisme. Dalam aturan Taurat tidak memperbolehkan untuk mempersembahkan anak laki-laki sebagai korban (Ul.12:31; 18:9-10). Kata apapun dari bahasa Ibrani ášer dan kata menemui dari bahasa Ibrani hayyōwṣê menemui memberi kesimpulan dan penegasan bahwa apa yang dimaksud oleh Yefta lebih mengarah kepada manusia, tapi tentu saja dia tidak mengharapakan yang akan muncul adalah anaknya. Dalam situasi ini juga hendak memperlihatkan bahwa Yefta membuat Nazar dilatarbelakangi oleh ketidakpercayaan/keraguan dan nazar itu dilakukan secara tergesa-gesa tanpa pertimbangan matang, sehingga dia sendiri merasakan resiko dari membuat nazar yang tidak disertai dengan motivasi hati yang benar.
Sobat obor, renungan hari ini hendak memberi pengajaran firman yang sangat berharga bahwa bernazar adalah bagian dari janji iman kepada Tuhan jika sesuatu yang kita minta dikabulkan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah mengharuskan dalam setiap hal yang hendak kita minta maka harus bernazar, tapi ketika kita sudah bernazar maka itu harus ditepati, tidak boleh menunda-nunda bahkan jika tidak ditepati maka kita berdosa (Ul 23:21). Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin (sfm)