BERSEDIA MENEPATI NAZAR | Hakim-Hakim 11:39-40

Sobat obor, apakah anda pernah berjanji kepada orang tua, teman, pacar dan lain-lain? Ketika kita berjanji pasti harus ditepati, ada kalimat yang berkata janji harus ditepati, hutang haruslah dibayar. Janji adalah hutang yang harus dibayar. Cara membayar hutang janji adalah dengan menepatinya. Jika kita menepati janji kita, maka lunaslah hutang janji kepada sesama. Janji kepada manusia haruslah ditepati, apalagi janji/nazar kepada Allah.

Dalam renungan hari ini kita melihat peristiwa yang harus dialami oleh Yefta. Saat berperang melawan bani Amon, Yefta bernazar kepada Tuhan: jika ia menang melawan bani Amon, yang pertama ia temui di rumah akan dipersembahkan sebagai kurban bakaran bagi Allah (11:30-31). Yefta tentu tidak pernah membayangkan ketika mengucapkan nazar bahwa anak perempuan satu-satunya yang akan dipersembahkan sebagai korban. Nazar adalah janji iman, maka nazar itu harus ditepati, dan adalah dosa jika tidak menepatinya. Oleh karena itu, sebelum bernazar seseorang harus memikirkannya dengan bijak, bukan melakukannya karena emosional. Seorang Teolog bernama Tomas Nelson berkata Yefta harus menanggung resiko akibat kebodohan dan ketidakpercayaannya sehingga dia bernazar dengan tergesa-gesa dan motivasi hati yang salah. Meskipun terasa berat, Yefta harus merelakan putri satu-satunya dipersembahkan kepada Tuhan. Sebelum melakukan nazar itu, anak tersebut meminta waktu dua bulan untuk menangisi kegadisannya bersama teman-temannya. Dia memandang kematiannya sebagai tragedi ganda, bukan hanya dirinya yang akan menjadi korban bakaran, tetapi bahwa dia juga harus mati sebagai seorang perawan karena belum menikah/belum mendapat anak bahkan tidak akan pernah mendapat anak.

Sobat obor, kita belajar dari kisah Yefta untuk tidak sembarangan bernazar. Berpikirlah secara matang dan bijak sebelum mengambil keputusan dan jangan sembarangan berjanji, karena sebagai pemuda Kristen kita harus menepati apa yang kita ucapkan. Jagalah segala perkataan kita supaya perkataan-perkataan tersebut tidak menjadi jerat bagi kita. Karena itu kendalikan lidah kita, sebab lidah yang tak terkendali akan membawa malapetaka dan kesukaran. Amsal 21:23 berbunyi demikian “Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran”. Biarlah lewat perkataan kita menjadi berkat bagi banyak orang dan berkenan di hadapan Tuhan. Amin (sfm)