Mendoakan | Mazmur 25 : 19 – 22
Sobat Obor, siapa yang dapat mendoakan orang lain yang susah di saat diri sendiri juga kesulitan? Paling banyak di antara kita pasti berpikir bereskanlah dulu masalahku baruku ingat mendoakan orang lain. Secara logika tentu hal ini masuk akal dan lumrah. Tapi dalam pemahaman iman Daud, ia memiliki pemikiran yang berbeda. Ayat terakhir dalam bacaan ini merupakan sebuah doa Daud untuk orang Israel. Mereka berada dalam kesesakan dan memohon pembebasan. Mungkin saja mereka sedang berada dalam tawanan. Daud berdoa untuk mereka. Tapi bagaimana keadaan Daud sendiri? Oh, ternyata dia sedang tidak baik-baik saja. Malah ia mungkin lebih sengsara dari umat Israel lainnya. Rentetan pergumulan, kesukaran dan kesulitan hidup yang ia alami, semakin sulit dengan banyaknya musuh yang membenci dia. Mereka membenci Daud dengan sangat mendalam, kenapa? Karena Daud hidup dekat dengan Tuhan.
Persoalan berat yang dialami Daud tidak mengurangi perhatian dan simpatinya terhadap umat. Bahkan ketika jiwanya tertekan dan hampir saja ia mendapat malu, Daud tetap berlindung pada Tuhan. Hebat bukan? Apa yang membuat Daud bisa memiliki sikap yang mulia itu? Karena ia mempertahankan kejujuran dan ketulusan hati. Ia memiliki hati yang kudus yang terpaut dengan Tuhannya. Ketulusan hati yang seperti ini sepertinya begitu langka di dunia kita sekarang. Kita sering mengatakan kita peduli dan mengasihi sesame, tapi kepedulian itu sering dibatasi oleh kepentingan dunia belaka. Kalau kita mendapat sesuatu atau keuntungan dari perhatian kita baru kita kelihatan sungguh peduli. Kalau tidak ada keuntungan bagiku, aku tak perduli. Bukankah hal ini yang sering terjadi? Kita belajar dari cara Daud mendoakan umat Israel meskipun dia sendiri dalam kesulitan. Kita peduli karena kita mengasih, kita berdoa karena kita merasa sepenanggungan, kita peduli meskipun kita juga perlu dipedulikan orang lain. Karena sesungguhnya demikianlah yang diajarkan Guru Agung kepada kita. Amin (DLW)