Tidak Ada Yang Mustahil Bagi Allah | Lukas 1:26-38 | Pdt. Meifira Tanor, M.Th

Pastinya kita setuju untuk mengatakan bahwa kerendahan hati masih merupakan salah satu kebutuhan terbesar dalam zaman kita. Karena, diantara banyaknya buku yang membahas tentang kunci hidup sukses dan diberkati, didalamnya hanya sedikit yang menempatkan kerendahan hati sebagai syarat yang utama. Padahal kerendahan hati seharusnya menjadi tujuan dan sasaran dalam hidup kekristenan kita. Disitu terletak kunci untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati.

Dalam bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata “praios” yang berarti lemah lembut. Kata praios juga dipakai dalam salah satu tema kotbah Yesus di bukit yaitu “berbahagialah orang yang lemah lembut (praios), karena mereka akan memiliki bumi”. Pairos berarti ‘seseorang yang menyerah kepada Allah’. Jadi Kerendahan hati berkaitan erat dengan peyerahan dan ketergantungan total kepada Allah.

Maria merupakan teladan kita dalam mempelajari hidup dengan kerendahan hati. Selama hidupnya di dunia ini, Ia selalu berjalan dalam kerendahan hati dan ketaatan kepada Bapa. Oleh karenanya, sikap Maria membawa pengaruh yang besar terhadap karya Allah atas keselamatan dunia. Maria, seorang gadis Yahudi biasa justru dipilih Allah untuk menjadi saluran berkat. Melalui Maria, Tuhan Allah menyatakan kehendakNya menghadirkan seorang Juruselamat.

Saat malaikat Gabriel datang kepadanya dan menyampaikan maksud ucapannya, Maria mengalami pergulatan batin yang hebat. Bagaimana mungkin dirinya mengandung seorang bayi, sebelum menikah dengan Yusuf, tunangannya? Sebagai seorang gadis desa, ia tentu merasa bingung, takut dan gelisah. Perang batin dalam dirinya bukan pengalaman sederhana. Ia merasa tidak layak dan pantas untuk mengandung seorang juruselamat. Maria tidak menemukan jawaban yang jelas, mengapa Allah memakainya. Mengapa ia yang terpilih di antara setiap gadis keturunan Yahudi pada waktu itu. Namun justru dalam kepolosan, kesederhanaan dan ketidakmengertiannya itu, Maria berusaha untuk tetap taat pada kehendak Allah. Ia berusaha menerima segala yang Allah rancangkan atas dirinya dengan penuh penyerahan.

Maria, tidak cepat merasa bangga dan meninggikan dirinya ketika menerima anugerah Allah yang sangat besar dan ajaib dalam hidupnya. Manakalah dirinya yang kecil itu menerima rahmat Allah yang besar, ia hanya bisa diam, menunduk dan berkata : “jadilah padaku, menurut perkataanmu itu”.

Demikianlah Maria menyambut kasih karunia dengan kerendahan hati. Sekalipun ia harus mengambil resiko yang besar. Pasti ia dicela karena mengandung sebelum menikah. Ia berpikir bahwa Yusuf akan meninggalkannya. Namun kepastian tunduk kepada Allah lebih besar dari semuanya itu. Sekalipun ia harus mengalami berbagai kesulitan, ia punya keyakinan bahwa apa yang menimpa dirinya adalah baik. Ia tidak mengutuk, tidak marah dan tidak menyangkali atau menyesali apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Karena itu dengan hormat ia berkata : “Yang Maha kuasa telah melakukan perbuatan-perbautan besar kepadaku (Luk 1:49). Ungkapan nyanyian Maria (Lukas 1:46-55) merupakan ungkapan iman yang menyatakan bahwa dirinya bukanlah apa-apa, namun boleh diijinkan Tuhan untuk turut berperan dalam sejarah keselamatan. Baginya, tiada yang mustahil bagi Allah.

Sobat obor, Allah tahu bahwa Maria adalah sosok wanita yang memiliki kekuatan dan ketaatan yang luar biasa. Oleh karena itu, Allah memakainya, menjadi saluran kedamaian dengan lahirnya Yesus. Maria adalah satu-satunya manusia yang menyertai Yesus disepanjang hidupnya. Mulai dari kelahiran sampai pada kematian anaknya Yesus. Ia melahirkan Yesus sebagai bayi kecil dan menyaksikanNya mati di kayu salib sebagai Juruselamat. Penggalan hidup Maria dijalankan sesuai rencana Allah. Ia tetap memberikan dirinya terus dipimpim Allah. Dalam segala situasi, ia tetap konsiten menjadi saluran berkat Allah. Sikap dan perbuatan Maria ini mencerminkan ketabahan, kesabaran, ketaatan sekaligus kerendahan hati seorang perempuan yang didukung oleh keteguhan imannya. Oleh karena itu, mari hidup taat seperti Maria dan Yusuf. Mau menerima apapun yang ditentukan oleh Tuhan, betapapun berat dan sulitnya, betapapun tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Itulah makna natal yang terdalam. Bukan soal pestanya, tapi soal kerendahan hati dalam menyambut Kristus. Amin (MT)