MENAKLUKKAN SEGALA PIKIRAN DALAM YESUS KRISTUS | 2 KORINTUS 10:1-11 | Pdt. Andre R.M Izaak, M.Th
Sobat Obor, ada sebuah cerita tentang seorang yang bernama Albert. Sepulang dari kantor, ia duduk di teras rumahnya sambil meluruskan kedua kakinya dengan wajah capek dan napas yang berat. Saat itu datanglah Anton, temannya. Albert berkata, “aku sungguh capek dan besok mau istirahat sehari saja.” Anton pun pergi dan menjumpai Ben, tadi saya bertemu dengan Albert, ia besok mau istirahat dulu. Wajarlah, sebab bos memberi pekerjaan terlalu berat kepadanya. Ketika Ben bertemu dengan Mark, ia berkata, “Albert komplain ke bos karena ngasih kerja terlalu banyak dan berat. Besok ia gak mau kerja lagi.” Saat sedang berjalan, Mark bertemu dengan Simon, lalu katanya, “Albert gak suka kerja untuk bos lagi, mungkin ada bos lain yang lebih baik.” Kemudian Simon bertemu dengan Michael dan berkata, “Albert gak akan kerja untuk bosnya lagi dan ingin cari kerja di tempat yang lain.” Saat makan malam, Michael bertemu dengan bosnya dan berkata, “Bos, Albert akhir-akhir ini sudah berubah sifatnya, dan ia mau meninggalkan bos untuk kerja dengan bos lain.” Mendengar ucapan Michael, bos marah besar dan memecat dan menarik semua fasilitas yang diberinya kepada Albert. Ucapan Albert yang sebenarnya adalah, “saya sungguh capek, dan besok mau istirahat sehari saja. Telah berubah menjadi, “Albert akhir-akhir ini telah berubah sifatnya dan mau meninggalkan bos untuk kerja dengan bos lain.” Demikianlah memang yang sering terjadi dalam kehidupan yang kita jalani. Ada banyak orang yang tahu sedikit tentang diri kita tetapi ketika membicarakannya kepada orang lain seperti sangat mengenal kita dengan sangat baik bahkan secara mendetail. Hal yang terburuk adalah mereka yang seperti mengenal kita ini kemudian seringkali tidak segan-segan untuk menambahkan, mengurangi, menilai bahkan sampai menghakimi kita lewat perkataan mereka.
Sobat obor, 2 Korintus 10:1-11 adalah surat yang hendak menegaskan kepada jemaat bahwa Rasul Paulus tidaklah seperti yang dibayangkan, dipikirkan serta dituduhkan orang. Oleh karenanya ia mengawalinya dengan ungkapan yang sebenarnya adalah sindiran mereka terhadap dirinya di ayat 1, yakni tidak berani karena berhadapan muka tetapi berani karena berjauhan (Yun. apon, ketika tidak hadir). Rasul Paulus memperingatkan (Yun. parakalo, menasehati) mereka demi Kristus yang lemah lembut (Yun. prautetos, dengan kelemahlembutan) dan ramah (Yun. epieikeias, dengan keramahan). Mengapa hal ini perlu dilakukan oleh Rasul Paulus? Ternyata jemaat telah berprasangka tidak baik terhadapnya. Hal ini dapat kita baca mulai dari ayat kedua dikatakan bahwa orang-orang tertentu menyangka bahwa ia hidup secara duniawi (Yun. kata sarka peripatountas, hidup menurut tubuh yang dikuasai dosa). Untuk itu kemudian di ayat 3-7 Rasul Paulus menegaskan bagaimana ia hidup dalam iman kepada Kristus. Dikatakan olehnya, bahwa sekalipun hidup dalam dunia itu bukan berarti kemudian berjuang (Yun. strateuometha, berperang) dengan cara-cara duniawi. Oleh karena itu senjata yang digunakan adalah senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah (Yun. dunata toi Theoi, senjata- senjata yang bersifat ilahi). Melalui senjata itu maka hal-hal duniawi seperti siasat orang (Yun. logismous, argument yang palsu) dipatahkan (Yun. kathairountes, ditaklukkan) dan diruntuhkan seperti keangkuhan (Yun. hupsoma, hal-hal yang tinggi) yang menentang pengenalan (Yun. gnoseos, pengetahuan) akan Allah. Bagi Rasul Paulus yang utama dan harus dilakukan juga oleh orang Kristen di Korintus adalah menaklukkan segala pikiran kepada Kristus (Yun. hupakoen tou Khristou, ketaatan kepada Kristus). Dengan demikian menunjukkan bahwa ia adalah milik Kristus (Yun. Khristou einai) yang terus menerus hidup sesuai dengan kehendakNya bukan hanya lewat kata semata tetapi juga lewat tindakan (ay. 7-11).
Sobat obor, dalam penghayatan dan pemaknaan akan penderitaan Yesus di minggu sengsara kedua ini, marilah kita merenungkan apakah kita sungguh-sungguh telah meletakkan Yesus Kristus dalam setiap pikiran dan tindakan kita? Ataukah kita masih seringkali mengandalkan kepikiran kita yang terbatas ini? Ingatlah bahwa dalam kepikiran kita yang tanpa Kristus akan membuat kita lebih mudah menghakimi dan sulit untuk mengampuni. Akan lebih mudah berbangga diri dan bukan merendahkan diri. Akan lebih mudah dipatahkan dan ditaklukkan daripada mematahkan dan menaklukkan. Amin. (ARMI)