PENYESALAN KARENA TELAH MENYERAH-KAN DARAH ORANG YANG TAK BERSALAH | MATIUS 27:1-10 | Pdt Stephanie I. Sandala, S.Teol

Sobat Obor, Setiap orang pasti pernah berbuat salah, dan persoalannya ialah “bagaimana menyikapi tindakan salah yang sudah terlanjur dilakukan?” Mari kita belajar dari apa 

yang tersirat dari teks Matius 27:1-10. Injil Matius ditulis oleh salah satu murid Yesus yaitu Matius. Kitab ini ditulis pada tahun 75 Masehi yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang sedang dalam keadaan menderita oleh karena kehancuran Yerusalem dan terutama kehancuran Bait Allah. Maka Injil Matius ini dicatat untuk memperkuat iman orang percaya dari kalangan Yahudi agar tetap setia dan percaya terhadap Injil mengenai Yesus Kristus. 

Matius 27:1-10 tidak dapat dipisahkan dengan kisah sebelum dan sesudahnya. Kisah ini menceritakan tentang Yesus yang telah ditangkap. Semenjak Yesus ditangkap, segala proses untuk membuat Yesus dapat dihukum nampaknya dibuat secara tergesa-gesa. 

Sanhedrin adalah kelompok pemimpin agama Yahudi yang berwenang untuk mengadili kasus agama. Nampaknya imam-imam kepala dan para tua-tua yang dimasud dalam ayat 1 ialah mereka yang disebut sebagai Sanhedrin. Dalam Matius 26:59 diceritakan bahwa imam-imam kepala mencari kesaksian palsu terhadap Yesus supaya Yesus dapat dihukum mati. Yesus dituduh melakukan pelanggaran agama karena mengaku sebagai “Anak Allah”. Pengakuan tersebut dianggap sebagai bentuk penghujatan terhadap Allah dan karena itu harus dihukum mati. Yesus diperhadapkan dengan beberapa bentuk pengadilan, di antaranya pengadilan Yahudi yakni oleh Mahkamah Agama (Sanhedrin), dan pengadilan Romawi oleh Pilatus. Ayat 2 Yesus mengalami Tindakan kekerasan sebelum akhirnya disalibkan, termasuk diantaranya ialah dengan dibelenggu/diikat dan diserahkan kepada Pilatus. 

Ayat 3-9 menceritakan tentang Yudas yang menyesali perbuatannya karena telah menjual Yesus dengan harga 30 keping perak. Penyesalan Yudas semakin mendalam Yudas disebabkan oleh karena 1) Yesus telah dijatuhi hukuman mati; 2) Ia telah menyerahkan darah orang yang tak berdosa; dan 3) rasa penyesalannya tidak dapat mengembalikan keadaan agar Yesus tidak dihukum mati. Kata penyesalan yang dialami oleh Yudas menggunakan kata “Metamellomai” yang berarti “perasaan menyesal”. Perasaan ini berbeda dengan “metanoia” yaitu perubahan pola pikir kearah yang lebih baik atau pertobatan. Perasaan “Metamellomai” tidak membawa Yudas untuk berada pada pola pikir yang tepat, oleh karena itu tidak heran jika Yudas justru mengakhiri hidupnya dengan tidak tepat pula. Ayat 5 dituliskan bahwa Yudas kemudian mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri, sementara dalam Kisah Para Rasul 1:18 mencatat bahwa Yudas mati dengan cara jatuh tertelungkup dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah keluar. Mungkin setiap pembaca akan bingung untuk menentukan mana cerita yang benar, namun hendaknya kita mencermatinya dengan melihat bahwa setiap perbuatan yang tidak benar juga akan berakhir tidak baik. Sehingga, apapun yang dialami Yudas pada akhirnya dia tidak merasakan kebahagiaan dari sikapnya yang tidak baik. Ayat 9-10 mencatat bahwa sikap Yudas memang sudah dinubuatkan oleh Yesaya. Orang mungkin akan berpikir bahwa jika hal ini sudah dinubuatkan, berarti Allah sendiri telah merancangkan bahwa hal ini harus terjadi, jadi apakah Allah juga merancangkan suatu hal yang jahat? Matius 18:7 bagian akhir Yesus berfirman bahwa “memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya”. Ini mengingatkan bahwa Allah tidak pernah merancang kejahatan, karena setiap pilihan untuk berbuat baik atau jahat keputusannya adalah pada manusia itu sendiri. Belajar dari hal ini kita Kembali pada pertanyaan awal, yaitu setiap orang mungkin pernah mengambil suatu keputusan yang salah, jika hal tersebut sudah terjadi, maka apa yang pantas dilakukan selanjutnya? Ada orang yang berkata bahwa “penyesalan itu selalu terjadi di belakang”. Kita bisa belajar dari kisah Yudas, bahwa janganlah terobsesi dengan harta. Orang yang terlalu mencintai uang akan menghalalkan apa saja agar tujuannya tercapai. Uang tidak menjamin rasa damai apalagi jika diperoleh dengan cara yang tidak tepat. Ingat bahwa akar segala kejahatan ialah “cinta uang”. Yudas sebenarnya memiliki kesempatan untuk hidup dalam pertobatan, tetapi sayang sekali Yudas tidak menggunakan penyesalannya sebagai kesempatan untuk bertobat. Selama Tuhan memberikan nafas kehidupan berarti ada kesempatan bagi kita untuk bertobat. Jangan membiarkan diri untuk hidup dalam penyesalan tanpa ada pertobatan, agar kita tidak terjebak pada “menyalahkan diri sendiri” apalagi kemudian berujung pada Tindakan menyakiti diri sendiri. Ingat Yesaya 55:7 berkata “Baiklah orang fasik menginggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia Kembali kepada Tuhan, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya”. Tuhan Yesus dimuliakan. Amin (SIS) 

 

Welcome to SOBAT OBOR

Install
×