TERSALIB DENGAN TULISAN; YESUS ORANG NAZARET, RAJA ORANG YAHUDI | Yohanes 19: 16b-27 | Pdt Meifira Tanor, M.Th
Sobat Obor, Di puncak sejarah keselamatan, kita menemukan satu pemandangan yang lebih mengerikan daripada semua kisah manusia. Di atas bukit Golgota, seorang Pribadi yang suci, mulia, dan benar, tergantung di kayu salib. Tubuh-Nya tercabik, darah-Nya mengalir, dan nafas-Nya tersengal. Namun, di atas kepala-Nya tertulis satu kalimat yang mengejutkan dunia: “Yesus, Orang Nazaret, Raja Orang Yahudi.”
Yesus, diperlaukan dunia dengan tidak adil. Mereka tidak hanya menyalibkan-Nya, tetapi juga mengolok-olok Dia. Saat Ia menyampaikan kebenaran sejati, mereka menolak Kerajaan-Nya. Bahkan Pilatus, seorang gubernur yang didesak waktu itu, harus tunduk dihadapan orang banyak. Pilatus menyuruh memasang tulisan di atas kayu salib, dalam tiga bahasa. Ibrani, Yunani, dan Latin. Tiga bahasa ini mewakili hukum, filsafat, dan kekaisaran dunia. Dengan kata lain, dunia telah bersaksi, meskipun tanpa sadar, bahwa yang mereka salibkan itu bukan sembarang manusia, melainkan Raja yang sesungguhnya!
Pilatus menulis demikian karena Ia tidak mengerti sepenuhnya. Ia pikir ia sedang mengolok-olok orang Yahudi yang memaksanya menyalibkan seorang yang tak bersalah. Tetapi ia tidak tahu bahwa tangannya sendiri telah dipakai untuk menyatakan kebenaran. Yesus adalah Raja! Namun bukan Raja seperti yang dunia harapkan. Raja dunia memerintah dengan pedang, tetapi Yesus memerintah dengan salib. Raja dunia mengenakan mahkota emas, tetapi Yesus memakai mahkota duri. Raja dunia menduduki takhta kekuasaan, tetapi Yesus justru ditinggikan di kayu salib.
Orang Yahudi tidak terima. Mereka berkata kepada Pilatus, “Jangan
tulis ‘Raja orang Yahudi’, tetapi tulislah ‘Aku adalah Raja orang Yahudi’. Mereka ingin mengubah kebenaran, seperti manusia selalu berusaha mengubah firman Tuhan agar sesuai dengan selera mereka. Tetapi Pilatus menjawab dengan tegas, “Apa yang kutulis, tetap tertulis!” Sungguh suatu pernyataan yang luar biasa. Apakah Pilatus sadar bahwa kata-katanya itu adalah gema dari ketetapan ilahi? Tidak. Tapi apa yang Allah tetapkan, tidak dapat dibatalkan oleh manusia. Dunia boleh menolak Kristus, tetapi dunia tidak dapat menghapus kebenaran-Nya.
Dalam proses penyaliban itu, Yohanes mencatat bahwa di sana ada ibu Yesus, Maria, bersama saudara-saudaranya. Bayangkan betapa pedih hati Maria melihat Anak yang ia lahirkan kini tergantung tanpa daya. Seorang ibu selalu ingin melindungi anaknya, tetapi di sini Maria hanya bisa menangis. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, justru di tengah penderitaan itu, Yesus, dalam keadaan sekarat, masih mengingat ibunya. Ia berkata kepada Maria, “Ibu, inilah anakmu!” Dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu!”
Sobat obor, melalui perikop ini kita belajar bahwa dunia boleh menolak Yesus, tetapi mereka tidak bisa menghapus fakta bahwa Yesus adalah Raja. Sebagai pemuda, kita sering dihadapkan pada pilihan: apakah kita benar-benar tunduk kepada Yesus sebagai Raja atau kita hanya sekadar mengaku mengenal-Nya? Kita seringkali seperti Pilatus, tahu bahwa Yesus itu benar, tetapi takut pada dunia. Kita ingin mengikut Dia, tetapi juga tidak mau kehilangan kenyamanan kita. Kita ingin menyenangkan Tuhan, tetapi juga tidak ingin kehilangan reputasi.
Di minggu sengasara ke-6 ini, sesungguhnya kita diajak untuk memandang salib Yesus. Biarkanlah salib itu mengubah cara kita hidup hari ini. Agar kita semakin menghargai arti keselamatan yang Ia berikan. Jika kita percaya bahwa Yesus benar-benar Raja, maka tidak ada bagian dalam hidup kita yang boleh dikuasai oleh diri sendiri. Keinginan, ambisi, pergaulan, bahkan rencana masa depan kita harus tunduk kepada-Nya. Kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Dia yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita. Maka, datanglah kepada salib. Jangan hanya melihat, tetapi berlututlah. Jangan hanya mengagumi, tetapi serahkan hidupmu. Sebab di sanalah satu-satunya tempat di mana kasih, keadilan, dan kemuliaan Allah bertemu. Dan di sanalah kita menemukan hidup yang sejati. Amin (MT)