THANKSGIVING

Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keragaman seni dan budaya dari berbagai suku yang ada didalamnya. Hal inilah yang menjadikan Sulawesi Utara kaya akan ciri khas serta nilai-nilai adat istiadat dalam kehidupan sosial budaya di masyarakatnya. Minahasa ialah salah satu suku terbesar di Sulawesi Utara yang masih memiliki dan mempertahankan ciri khas serta nilai-nilai adat istiadat tersebut, contohnya ialah perayaan pengucapan syukur (thanksgiving). Sebagai salah satu bentuk kebudayaan asli Provinsi Sulawesi Utara, pengucapan syukur memiliki peranan penting dalam membentuk identitas serta karakter dari masyarakat didalamnya, terutama bagi masyarakat yang berasal dari suku Minahasa.

 

Dilansir dari beberapa informasi di internet. Berdasarkan sejarah, kebudayaan pengucapan syukur berasal dari tradisi “Foso Rummages”. Istilah foso memiliki arti sebagai ritual dan rummages merupakan bahasa tua “tou” (orang) Minahasa yang berasal dari kata rages, yang berarti persembahan yang diberikan dengan keutuhan atau ketulusan hati untuk Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pelaksanaan tradisi “Foso Rumages” juga terdapat berbagai bentuk persembahan yang dilakukan seperti bernyanyi dan menari bersama, kemudian memasak di dalam bambu yang dikhususkan untuk persembahan kepada leluhur sebagai tanda hormat. Dengan demikian dapat dikatakan pula pengucapan syukur ialah media komunikasi tradisional yang berisikan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap pemeliharaan dan penyertaan-Nya didalam kehidupan sehari-hari. Ada pula yang berpandangan bahwa kebudayaan pengucapan syukur ialah kebudayaan yang dapat mempererat jalinan tali persaudaraan di Sulawesi Utara.

 

Pengucapan syukur suku Minahasa menjadi tradisi pada setiap masa panen, yang dirayakan setiap tahun, yang mempertemukan ritual religi Kristen dan ritual religi tradisional masyarakat Minahasa pra-Kristen. Pada perkembangannya “Foso Rummages” mulai pudar, dengan masuknya agama Kristen. Dan saat ini, hal itu telah menjadi kekayaan budaya bagi orang Minahasa yang identik dengan melibatkan makanan yang berlimpah. Tradisi ini kemudian dilestarikan sebagai nilai menjadi budaya di tanah Minahasa dalam ungkapan syukur atas berkat Tuhan, tetapi juga menjadi wadah silahturahmi bagi sanak saudara, rekan dan sahabat dekat ataupun jauh.

 

Melalui sejarah dan peradaban dalam hal “Pengucapan Syukur” (thanksgiving), menjadi dasar paling relevan bagi kita umat Kristen untuk selalu bersyukur. Firman Tuhan memberi nasihat untuk mengucap syukur dalam segala hal. “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1 Tesalonika 5:18 ) , yang menggambarkan hubungan erat dengan Allah, Sang Pemberi hidup. Mengucap syukur dalam Alkitab, bukan merupakan sebuah tradisi, namun lebih dari pada itu, memberi makna bahwa umat Tuhan harus hidup dalam ucapan syukur setiap harinya, entah pada masa panen atau pada masa paceklik. Dengan demikian, susah dan senang, sedih dan bahagia, serta dalam segala hal, kita diajak untuk selalu bersyukur. Karena dengan bersyukur, ada rasa cukup; dengan bersyukur kita tidak akan menjadi sombong; dengan bersyukur kita dapat hidup tanpa iri hati; dsbg.

 

Sobat obor, dengan mengucap syukur merupakan pembuka jalam menuju kuasa Tuhan atau kekuatan untuk mengaktifkan iman.  Jadi, iman selalu bekerja sama dengan ucapan syukur.  Tertulis,  “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur”  (Kolose 2:7).  Alangkah indahnya hidup ini jikalau hati kita selalu berlimpah dengan syukur.  Ketika kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita sedang disadarkan tentang siapa Tuhan itu bagi kita.  Bila hati dan pikiran kita hanya fokus pada persoalan akan membawa kita kepada keputusasaan dan kekecewaan.  Sebaliknya bila kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan, iman dan pengharapan kita kepada Tuhan semakin bertumbuh.  Semakin banyak bersyukur, semakin subur pula iman kita, semakin besar pula pengharapan kita untuk mengalami dan menikmati berkat Tuhan. Maka ucapan syukur harus katif setiap hari, bukan saja menjadi tradisi tiap tahun, namun menjadi bagian hidup keseharian kita sebagai pemuda gereja.

 

Memang tidak mudah untuk mengucap syukur disegala keadaan.  Tatkala segala sesuatu berjalan dengan baik, sehat, bisnis lancar, pendidikan mulus, jabatan nyaman dan sebagainya, kita dapat mengucap syukur dengan limpahnya.  Namun, jika kita menghadapi situasi yang buruk, penderitaan, sakit penyakit, dapatkah kita tetap mengucap syukur? Mungkin keluhan akan jadi bagian terbesar dibanding mengucap syukur. Namun, jika kita tidak bersyukur, masalah akan menjadi rumit, maka kita harus mengaktifkan iman dan harap pada Tuhan.  Ibrani 11:1 berkata “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Maka dari pada itu, tidak ada yabg mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23). Percaya kepada Tuhan, memberi kita kelegaan, karena Ia penuh kasih.

 

Sobat obor, Tuhan telah menciptakan kita, membekali hidup kita, dan menyelamatkan kita dari dosa dan penderitaan. Inilah kasih Tuhan kepada kita. Dalam perjalanan hidup kita, setiap kita akan mengalami banyak tantangan dan kesulitan hidup, namun ketika kita berseru kepada nama Tuhan dan benar-benar bersandar kepada-Nya, kita dapat menemukan bahwa perbuatan ajaib Tuhan terus-menerus muncul dalam hidup kita. “Aku bersyukur kepada-Mu, sebab Engkau telah menjawab aku, dan telah menjadi keselamatanku” (Mazmur 118:21). Sebagai pemuda gereja, marilah kita tetap menjaga hati yang bersyukur disaat-saat yang sulit dan disaat-saat yang mudah, karena kasih dan kesetiaan Tuhan tidak akan pernah berubah dan akan selalu menjadi pilar kehidupan kita. Ketika kita memuji Tuhan dengan rasa syukur, kita akan menemukan kedamaian dan sukacita sejati dalam kasih-Nya.

 

Selain itu, mengucap syukur juga identik dengan pemberian materi/korban syukur.  “Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu dan berseru kepada nama Tuhan” (Mazmur 116:17). Ini bukan tindakan yang bersifat ritual, tetapi mengajarkan kita tentang ketulusan. Rasa syukur dalam hal memberikan korban syukur, merupakan respons terhadap kasih setia dan karunia Tuhan yang tiada habisnya dan rasa hormat kepada Tuhan. Respon ini bukan tindakan timbal balik atas berkat. Jika kita memberi, maka berkat diberi. Melainkan berkat sudah diberi, dan kita diajarkan untuk berkorban untuk dipakai menjadi alat berkat. Korban materi, korban tenaga, doa dan dukungan atas hal-hal yang memuliakan Tuhan. Nasihat yang baik bagi sesama, membantu sesama yang tertimpa musibah, memberi persembahan di gereja adalah bagian dari bukti iman kepada Tuhan. Bahwa, Ia yang akan memelihara kita sepanjang hidup.

 

Sobat obor, melalui momentum thanksgiving; “pengucapan syukur” orang Minahasa, kiranya kita diingatkan untuk selalu bersyukur setiap saat. Bersyukur dalam hubungan pribadi dengan Tuhan dan bersyukur dalam hubungan dengan sesama, melalui pemberian-pemberian diri dan materi berdasarkan ketulusan. Besar kecilnya bukan jadi masalah, namun hati yang tulus dan niat yang baik,  kiranya akan berbau harum dihadapan Tuhan. Mari belajar untuk bersyukur dalam segala hal. Tuhan Yesus memberkati.