ALLAH ADALAH POKOK PUJI-PUJIAN | ULANGAN 10:12-22 | Pdt. Andre R.M Izaak, M.Th
Sobat Obor, pernahkah saudara dipuji? Atau pernahkan saudara memuji? Jika pernah maka pertanyaan selanjutnya adalah mengapa saudara dipuji dan untuk apa saudara memuji? Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata puji sebagai rasa pengakuan dan penghargaan yang tulus akan kebaikan atau keunggulan sesuatu. Bagi Theasaurus puji adalah menghargai, menyanjung, memuliakan atau memulia-muliakan. Sedangkan kamus seasite mengartikan puji sebagai rasa penghargaan pada sesuatu yang dinilai baik. Jika demikian maka kalau kita dipuji ataupun memuji itu berarti suatu pengakuan kita terhadap orang lain atau sebaliknya atas kebaikan yang dilakukan atau diterima seseorang. Saat kita dipuji atau memuji itu juga berarti kita sedang menghargai ataupun dihargai atas kebaikan yang kita terima. Walaupun memang perlu kita ingat tidak semua puji dan pujian itu adalah sesuatu yang tulus dilakukan saat ini. Sebab ada banyak puji dan pujian yang hanya sekedar ucapan semata agar orang lain senang. Tetapi ada juga yang dilakukan dengan maksud yang tidak baik hanya sekedar sindiran kepada orang lain. Puji dan pujian juga bukan hanya sekedar hubungan horizontal antar sesama manusia tetapi juga hubungan vertikal dengan Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan akan menghadirkan puji dan pujian sebagai rasa syukur, hormat dan kagum atas semua kebaikan Tuhan. Puji dan pujian kita adalah kekaguman kita atas segala yang dilakukan Tuhan dalam kehidupan yang dijalani. Jangan sampai kemudian kita malah lebih senang memuji dan dipuji oleh manusia dan kemudian melupakan pujian kita kepada-Nya.
Sobat obor, hal inilah yang diingatkan oleh penulis Ulangan di pasal 10:12-22 dalam pembacaan kita saat ini. Pujian bangsa Israel kepada Tuhan adalah karena mereka telah disertai oleh-Nya dan juga dikasihi-Nya. Sekalipun mereka seringkali tidak setia menjalani kehidupan iman di dalam Tuhan. Oleh karena itu dengan jelas Tuhan menghendaki umat-Nya agar hidup takut Tuhan, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada Tuhan dengan segenap hati dan jiwa serta berpegang pada perintah dan ketetapan Tuhan, supaya baik keadaan mereka (ay. 12-13). Tuhan juga menginginkan umat-Nya di ayat 16 agar menyunatkan hati (mematikan kedagingan) serta tidak tegar tengkuk (tidak mengeraskan hati). Sebab sebenarnya Tuhan sangat mengasihi bangsa Israel sebagaimana dikatakan di ayat 15 hati Tuhan terpikat sehingga mengasihi mereka. Akan tetapi perlu diingat bahwa sekalipun hati Tuhan terpikat bukan berarti hidup seenaknya berdasarkan jalan kepikiran mereka masing-masing. Tuhan mengingatkan bahwa Dia adalah Tuhan, Allah dari segala allah dan Tuhan segala tuhan yang tidak pernah memandang bulu atau membeda-bedakan untuk membela orang-orang yang perlu ia tolong (ay. 17). Mereka itu adalah anak yatim dan janda serta orang asing sebab dahulu orang Israel adalah orang asing sehingga mereka harus peduli (ay. 18-19). Jika hal-hal ini mampu dilakukan maka dengan demikian bangsa Israel telah menyenangkan hati Tuhan, telah memuliakan Dia, telah memujNya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sebab memang hanya Dia-lah yang seharusnya menjadi sentral atau pusat atau pokok pujian umat. Kerinduan Tuhan atau harapan Tuhan kepada bangsa-Nya ini tentu saja bukan tanpa alasan. Sebab Tuhan telah melakukan perbuatan- perbuatan yang besar dan dahsyat dan telah menjadikan bangsa pilihan- Nya menjadi banyak seperti bintang-bintang di langit (ay. 21-22).
Sobat obor, marilah kita merenungkan segala kebaikan Tuhan dalam kehidupan yang dialami serta bersyukur dan memuji-Nya untuk semua yang telah Dia kerjakan bagi kita. Tidak ada Allah yang lebih besar dan dahsyat selain Allah yang kita kenal dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Jangan pernah merasa bahwa setiap capaian dan keberhasilan yang kita lakukan adalah karena diri kita semata tetapi ingatlah kepada pemberi keberhasilan dalam setiap capaianmu. Sambil terus hidup sebagai orang muda yang takut akan Tuhan, hidup dalam jalan-Nya, mengasihi Tuhan, beribadah kepada-Nya dengan sungguh-sungguh (dengan segenap hati dan segenap jiwa) bukan hanya formalitas dan rutinitas. Dia-lah pokok pujianmu tidak ada yang lain. Dengan demikian iman kita semakin nyata dalam tindakan kita sehari-hari. Amin (ARMI)