DALAM TAKUT AKAN TUHAN ADA KEBENARAN, KETENTRAMAN DAN PELINDUNGAN | AMSAL 14:26-35 | Pdt Stephanie I. Sandala, S.Teol

Sobat Obor, Pernahkah kita merenungkan tentang apa sebenarnya fondasi yang kokoh untuk hidup kita? Di tengah berbagai tawaran kebahagiaan, kesuksesan, dan keamanan dari dunia ini. Sehingga kita sering kali merasa bingung, bahkan mungkin lelah mengejar sesuatu yang terasa fana dan tidak pernah memberikan kepuasan sejati. Kita menyaksikan di sekitar kita, atau bahkan mungkin dalam diri kita sendiri, bagaimana kekhawatiran, kecemasan, dan ketidakpastian sering kali merenggut damai sejahtera kita.

Dalam perikop ini dibuka dengan janji yang luar biasa: “Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya” (ayat 26). Bayangkan, di tengah dunia yang penuh ketidakpastian dan kekhawatiran, ada sumber ketenteraman yang tidak tergoyahkan. Ketenteraman ini bukan hasil dari ketiadaan masalah, melainkan dari keyakinan bahwa kita berada di bawah pemeliharaan dan perlindungan Ilahi. Lebih jauh lagi, berkat ini meluas hingga ke generasi berikutnya. Orang tua yang hidup dalam takut akan TUHAN secara tidak langsung sedang membangun benteng perlindungan bagi anak-anak mereka. Ayat 27 menambahkan, “Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut.” Ini bukan hanya tentang umur panjang, melainkan kualitas hidup. Takut akan TUHAN membimbing kita menjauhi pilihan-pilihan yang merusak, baik secara fisik, emosional, maupun rohani yang sering kali berujung pada “maut” dalam berbagai bentuknya: kehancuran relasi, karier/bahkan jati diri. Itu adalah peta jalan menuju kehidupan yang berkelimpahan dan bermakna. Amsal 14 juga tidak hanya berfokus pada individu, tetapi meluas ke ranah masyarakat dan bangsa. Ayat 28 berbicara tentang “kemegahan raja” yang terletak pada “besarnya jumlah rakyat.” Sekilas, ini mungkin tampak politis, tetapi dalam konteks Amsal ini adalah cerminan dari kesejahteraan yang dihasilkan oleh kepemimpinan yang adil dan rakyat yang bermoral, yang memiliki prinsip-prinsip yang berakar pada takut akan TUHAN. Sedangkan

 

Ayat 34 menegaskan dengan lugas: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa.” Ini adalah prinsip universal. Bangsa yang menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan integritas yang nilai-nilai diajarkan oleh takut akan TUHAN, akan berkembang, dihormati, dan sejahtera. Sebaliknya, bangsa yang terjerat dalam dosa, korupsi, dan ketidakadilan akan merosot dan tercemar. Ini adalah panggilan bagi kita semua, sebagai bagian dari bangsa, untuk hidup dalam kebenaran. Dan SISa dari perikop ini memperdalam kontras antara orang bijak dan orang bebal, yang pada dasarnya adalah refleksi dari mereka yang takut akan TUHAN dan yang tidak. Orang yang bijak, yang hidup dalam takut akan TUHAN: Sabar dan tenang, tidak cepat marah dan mampu mengendalikan diri. Memiliki hati yang sehat, yang membawa kepada kehidupan dan kesejahteraan, bukan iri hati yang merusak. Berbelas kasihan kepada orang miskin, memahami bahwa menghina sesama berarti menghina Penciptanya. Berpengetahuan dan berakal budi, yang dihargai dan membawa keuntungan. Jerih payah mereka menghasilkan hasil nyata, bukan sekadar kata-kata. Sebaliknya, orang fasik/bebal akan merusak diri sendiri dan orang lain dengan kesembronoan, kesombongan, dan kurangnya empati.

Sobat Obor, Lewat perenungan ini, menjadi pertanyaan dan perenungan bagi kita. Apakah kita sudah mempraktikkan “takut akan TUHAN” dalam hidup sehari-hari? Apakah hidup kita mencerminkan kebenaran, ketenteraman dan perlindungan yang dijanjikan? Bagaimana kita dapat berkontribusi pada kebenaran dan keadilan dalam komunitas dan bangsa kita? Amsal 14:26-35 adalah pengingat yang kuat bahwa hidup yang berakar pada penghormatan dan ketaatan kepada TUHAN adalah jalan menuju kebenaran pribadi, ketenteraman batin, dan perlindungan abadi, yang bahkan dapat membawa dampak positif bagi kita, generasi mendatang dan kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu kita sebgai obor pembangungan mari kita jadikan takut akan TUHAN sebagai kompas hidup kita. Amin (SIS)