Pemerintah Adalah Hamba Allah Untuk Kebaikan | Roma 13:1-7 | Pdt. Belly F. Pangemanan

Informasi pemilu tahun 2024, seperti yang diberitakan oleh media massa maupun lembaga penyelenggara pemilu menyatakan bahwa, jumlah pemilih pada pesat demokrasi kali in, didominasi oleh generasi z dan milenial. Dengan proporsi, 55% dari total pemilih . Tentu dengan jumlah ini, sudah termasuk kita didalamnya. Anak-anak muda yang mengisi lebih dari setengah jumlah pemilih ini akan berperan besar dalam menentukan iklim politik di Indonesia kedepanya. Memang dalam kurun waktu tertentu politik bagi kaum muda adalah sesuatu yang tidak menarik. Keengganan kaum muda untuk terlibat didalam urusan politik sangat kurang. Jika kita perhatikan keikutsertaan kaum muda dalam organisasi politk sangat kurang. Memang ada fenomena bahwa kaum muda lebih gemar untuk menyampaikan pendapat di media sosial terkait iklim politik daripada terlibat dalam aktivitas politk dalam organinasasi.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai obor pembagunan terkait politik? Bicara soal relasi gereja dan pemerintah (negara), maka yang harus diperhatikan adalah bukan subordinasi (membawahi), melainkan juxtaposisi (kedudukan yang berdampingan) dan kooperasi (kerjasama). Bacaan Alkitab saat ini membantu kita untuk lebih memahami posisi umat Tuhan (gereja) dalam kaitan dengan pemerintah.

Sobat obor, mengapa jemaat di Roma harus takluk kepada pemerintah? Terkait hal ini, Paulus memberi alasan teologis yaitu, otoritas atau kekuasaan yang dimiliki para pejabat itu berasal dari Allah. Allahlah yang menetapkan pemerintah. Tentu alasan ini sejalan dengan pandangan umat Israel, yang melihat kekuasaan raja (pemerintah) berasal dari Allah. Raja hanyalah alat Allah, sedangkan raja yang sesungguhnya adalah Allah sendiri. Jika demikian, maka pemerintah merupakan pelayan Tuhan yang “mewakili” semua maksud Tuhan. Pemerintah dipercayai masyarakat Romawi sebagai utusan Tuhan untuk memimpin dan mengatur semua hal yang berkaitan dengan pemerintahan. Tak hanya sekedar dipahami sebagai “utusan”, pemerintah dalam hal ini Kaisar, malah dianggap sebagai “Tuhan”. Tapi bagi orang Kristen, tunduk kepada  pemerintah karena pemerintah adalah hamba Allah. Karena pemerintah adalah hamba Allah, maka ia harus menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan keinginan Allah bukan melalui keinginan pribadi untuk memenuhi ambisi tertentu atau bahkan mau diperlakukan seperti Tuhan.

Lalu bagaimana, jika pemerintah itu jahat dan sadis? Harus kita pahami terlebih dahulu, bahwa saat Paulus berbicara soal ketaatan pada penguasa. Kekristenan saat itu berhadapan dengan penderitaan, penguasa saat itu yang diharapkan menegakkan keadilan malah menjadi bagian dari penderitaan umat. Disaat penguasa harus disamakan dengan Tuhan, maka tentu kekristenan tidak dapat menerimanya. Kekeristenan pun dinilai bisa menjadi ancaman bagi stabiltas keamanan wilayah kekuasaan Romawi saat itu. Tapi walau demikian, Paulus tidak mengajarkan orang Kristen untuk terlibat dalam setiap pemberontakan yang menggunakan kekekesaran untuk melawan.

Sobat obor, jika kita berefleksi dari bacaan ini, maka tentunya kita pahama bahwa agama dan negara mempunyai kedaulatannya masing-masing. Tugas agama kepada negara adalah mendoakan pemerintah supaya menjalankan fungsinya untuk memberi kesejahteraan. Dan ketikapun negara lalai, maka disinilah tugas kritik nabiah gereja. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu masuk ranah soal keyakinan, tapi pemerintah harus hadir tak kala ekspresi keyakinan itu sudah menimbulkan keresahan dan konflik horizontal dimasyarakat. Jadi posisinya semakin jelas, bahwa gereja saat mengungkapan keyakinan imannya, pemerintah tidak boleh turut campur. Tapi ketika umat atau gereja melakukan perbuatan yang menimbulkan keonaran, maka pemerintah harus turun tangan. Kita bukan dalam posisi anti pada pemerintah atau sebaliknya mendukung secara buta pada pemerintah. Pada intinya tak kala pemerintah boleh jadi hamba Allah yang mendatangkan kebaikan bagi umat, maka kita harus jadi bagian dari kumpulan orang-orang baik itu. Namun tak kala negara keliru dan salah, maka kita perlu “meniup terompet” untuk memberi peringatan. Bagaimana negara ini akan baik, jika kita anak muda yang punya potensi dan kemampuan, menjauh dan tidak mau terlibat dalam  aktifitas politik-pemerintahan? Jika yang baik tidak mau, maka tentu yang jahat akan mengambil tempat itu. Benarlah ungkapan ini: Kenapa kejahatan ada, karena orang baik berdiam diri. Amin (bfp)

Welcome to SOBAT OBOR

Install
×