HAMBA TUHAN : MENDERITA, TETAP MELAYANI ALLAH | YESAYA 52:13-53:12 | Pdt. Belly F. Pangemanan
Sobat Obor, Pernahkah Anda bertemu dengan rekan yang selalu merasa menjadi korban dalam situasi apapun? Jika ya, Anda mungkin berhadapan dengan seseorang yang suka ‘playing victim’ atau berperilaku sebagai korban. IstilXah ini merujuk pada perilaku di mana seseorang dengan sengaja berpura-pura menjadi korban dalam konflik atau situasi tertentu, dengan harapan mendapatkan simpati, perhatian, atau bahkan keuntungan tertentu. Selalu memposisikan diri sebagai korban merupakan salah satu bentuk perilaku beracun yang sebaiknya dihindari dalam berbagai aspek kehidupan. Tindakan ini tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merusak kualitas hubungan yang seharusnya saling mendukung dan memahami. Dalam banyak situasi, orang yang bermain sebagai korban berusaha menarik simpati dan perhatian dengan cara yang tidak jujur. Mereka yang melakukan perilaku ini sering kali menciptakan konflik dan ketegangan, sambil berpura-pura menjadi orang yang paling menderita. “Berperan sebagai korban” berarti seseorang yang membesar-besarkan atau mengarang suatu peristiwa, pengalaman, atau emosi untuk menggambarkan dirinya sebagai korban dalam suatu situasi, padahal sebenarnya mereka bukanlah korban malah bisa jadi mereka adalah pelaku sebenarnya. Banyak orang melakukan kejahatan lalu playing victim, merasa dirinya dijahati.
Namun harus kita pahami dan ingat bahwa tidak semua korban bersifat manipulatif. Ada yang memang menjadi korban bahkan dijadikan korban untuk menanggung suatu kesalahan yang ia tidak perbuat sama sekali. Dituliskan dalam Alkitab, Sang Hamba dalam Yesaya 53:4-6 digambarkan sedang menanggung apa yang seharusnya tidak Ia tanggung. Penyakit dan kesengsaraan orang lain yang Ia tanggung, Ia tertikam dan diremukkan oleh pemberontakan dan kejahatan orang lain, bahkan Ia harus menerima semua penderitaan supaya orang lain diselamatkan dan disembuhkan.
Apa yang disampaikan Yesaya ini pada akhirnya merujuk pada apa yang akan dialami oleh Sang Juruselamat itu, yaitu Yesus Kristus. Yesus sendiri adalah korban kejahatan manusia yang paling utama. Kitapun menyaksikan dalam kesaksian Perjanjian Barupun menegaskan ada penganiayaan yang tidak adil yang dialami banyak orang Kristen. Meskipun Alkitab mengakui kenyataan adanya korban yang tidak bersalah, namun Alkitab tidak menegaskan mentalitas korban. Yesus tidak mengadopsi perilaku apa pun yang konsisten dengan mentalitas korban. Sebaliknya, dalam menanggapi penderitaanNya, Ia memiliki pola pikir seorang hamba yang rendah hati, Ia bertahan dengan setia dan secara aktif mempercayai Bapa selama cobaan itu. Lebih jauh, Ia dengan penuh kasih menderita dan sampai mati. Bahkan di tengah penderitaanNya, Ia berdoa untuk pengampunan mereka.
Walaupun demikian disisi lain juga Alkitab mengajarkan waktu kita menderita, mengalami perlakuan tidak adil, dsb. Coba cek dulu, jangan- jangan bukan perlakuan tidak adil tapi memang ada dosa yang kita lakukan, dan karena itu kita menderita. Harus disadari kita pasti akan menghadapi masalah dalam hidup. Sebagai orang Kristen, kita terutama akan menjadi sasaran karena alasan itu. Namun itu tidak berarti kita mengadopsi “mentalitas korban”.
Sobat obor. Yesus mati untuk kita, Dia menderita untuk kita, dan Dia meninggalkan teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya. Orang lain di sekitar penyaliban menyatakan ketidak bersalahan Yesus. Bahkan Yudas yang mengkhianati dan menjualNya mengatakan bahwa ia menyesal telah menjual orang yang tidak bersalah. Pilatuspun mengatakan ia tidak menemukan kesalahan Kristus, istrinya mengingatkan jangan ikut bagian untuk tidak menanggung darah orang benar ini. Kepala pasukan berkata, sesungguhnya orang ini adalah orang yang tak bersalah. Dari teladan Kristus ini, kitapun dipanggil untuk ikut menderita bukan sebaliknya berpura-pura jadi korban atau membuat orang jadi menderita. Jangan putuskan relasi kita dengan Kristus karena alasan apapun (uang, harta benda, kedudukan, pasangan hidup, dll). Ingat, jangan mengabaikan pengorbanan Kristus yang telah berkorban demi menyelamatkan kita. Betapa mahalnya sebuah pembebasan jiwa yang dibelenggu oleh dosa, betapa mahalnya harga satu jiwa untuk dibebaskan dari murka Allah. Oleh sebab itu jangan pernah mempermainkan hidup kita di hadapan Tuhan. Dia Maha benar, suci, kudus dan olehnya tak ada salah pada diriNya. Amin. (BFP)