BERISTIRAHAT UNTUK TUHAN | KELUARAN 23 : 10 – 12
Sobat Obor, ada sebuah kalimat bijak berkata: “Orang yang tidak memberi ruang untuk berhenti, sedang mempersiapkan dirinya untuk runtuh.”. Ada cerita nyata dari petani kopi di Amerika Latin. Mereka dulu memanen setiap tahun tanpa jeda. Tapi setelah 5–6 tahun, tanah mereka tandus, hasil panen anjlok, dan akhirnya mereka bangkrut. Lalu datang seorang petani Kristen yang mengajarkan prinsip tanah istirahat, rotasi tanam, dan pembagian hasil. Setelah beberapa tahun, ladang mereka pulih. Salah satu petani berkata, “Saya baru sadar: tanah juga perlu sabat.”
Dalam dunia pemuda yang sibuk kuliah, kerja paruh waktu, pelayanan, media sosial; banyak orang merasa bangga saat berkata, “Saya tidak sempat istirahat.” Kelihatan sibuk dan tak berhenti sepertinya keren. Padahal, Firman Tuhan justru memerintahkan ritme hidup kita juga harus menghormati kerja tapi juga istirahat. Ayat ini menekankan prinsip sabat sosial: bukan hanya untuk manusia, tapi juga untuk tanah, hewan, dan orang miskin. Ini bukan kemalasan, ini adalah pengakuan bahwa kita bukan Tuhan. Iman kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang berdaulat dan cukup, dan manusia hidup bukan dari hasil kerja keras semata, tetapi dari pemeliharaan Allah. Ketika pemuda belajar mengatur ritme hidup, bekerja dengan giat, tetapi juga memberi ruang untuk istirahat, refleksi, dan memberi kepada yang lemah; itu adalah bentuk ibadah yang sejati. Pernah diceritakan penyesalan seseorang yang sibuk kerja terus menerus, dan akhirnya ia baru sadar bahwa ia sudah tua. Bayangkan kalau para pemuda Kristen hidup bukan hanya untuk mengejar produktivitas, tapi juga untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain lewat ritme hidup yang sehat. Maka dari itu, sabat bukan sekadar aturan hari, melainkan sikap hati yang tunduk dan percaya kepada penyediaan Allah. Mari belajar berhenti. Belajar berbagi. Dan percaya, bahkan saat kita tidak bekerja, Tuhan tetap bekerja. Amin (DLW).